Kontranarasi - Ketegangan masih terus terjadi di Timur Tengah. Hal ini dipicu perang antara Israel dan milisi penguasa Gaza Palestina, Hamas, sejak 7 Oktober silam.
Berikut perkembangan terbarunya sebagaimana dirangkum beberapa sumber, Senin (2/9/2024). Netanyahu Panik, Demonstrasi besar-besaran melanda sejumlah kota di Israel, Minggu. Mereka meminta Pemerintah Israel untuk segera menekan perjanjian gencatan senjata dengan milisi Gaza, Hamas, setelah enam sandera Negeri Zionis yang ditahan kelompok tersebut ditemukan tewas di wilayah Palestina itu.
Mengutip BBC News, para demonstran mengaku marah dengan keputusan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu yang terus mengulur perjanjian damai dengan Hamas. Apalagi, kelompok milisi itu menyebut keenam sandera tewas akibat serangan Israel sendiri.
Gelombang unjuk rasa ini membuat Netanyahu panik. Pasalnya, firma Crowd Solutions memperkirakan bahwa sekitar 280.000 orang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut. Lembaga lain bahkan memprediksi jumlahnya mencapai 300.000 orang.
"Perdana Menteri Benjamin Netanyahu khawatir dengan protes anti pemerintah massal yang melanda negara itu," tulis CNN mengutip pernyataan seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya.
Pemimpin serikat pekerja terbesar Israel, Histadrut, berjanji akan "melumpuhkan" ekonomi Israel. Bergabung dengan pendemo Minggu, Histadrut mengumumkan pemogokan umum mulai Senin ini.
Mereka mengharapkan bisa menimbulkan gangguan besar ke ekonomi Israel-termasuk di sektor perbankan, sistem kesehatan, dan Bandara Internasional Ben Gurion. Ini untuk menekan pemerintah untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas untuk membawa pulang sandera yang tersisa.
Israel kini memperkirakan ada 101 sandera yang masih berada di Gaza, termasuk 35 yang diduga sudah meninggal. Lebih dari 100 sandera telah dibebaskan selama gencatan senjata sementara pada bulan November.
Partai Kristen Lebanon Buka Suara soal Perang Hizbullah dan Israel Kepala partai politik Kristen, Pasukan Lebanon, menuduh kelompok Hizbullah menyeret negaranya ke dalam perang dengan Israel tanpa berkonsultasi dengan rakyat. Hal ini pun menambah panas situasi di wilayah Timur Tengah.
Dalam pidato pada Minggu, Samir Geagea, pemimpin blok Kristen utama di parlemen, menuduh Hizbullah "merampas keputusan rakyat Lebanon tentang perang dan perdamaian". Ia mengatakan Hizbullah membuat negara seolah-olah tidak ada.
"Bentrokan tersebut adalah perang yang ditolak oleh rakyat Lebanon, tetapi telah dipaksakan kepada mereka," kata Geagea dalam pidatonya yang menyerang kelompok Muslim Syiah tersebut kepada para pendukungnya di utara Beirut, seperti dikutip AFP.
"Ini adalah perang yang tidak diinginkan rakyat Lebanon dan pemerintah tidak memiliki suara dalam hal ini. Perang ini tidak menguntungkan Lebanon, tidak membawa apa pun ke Gaza, dan tidak meringankan penderitaannya sedikit pun," tambahnya.
Sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas pada Oktober 2023, Hizbullah telah terlibat dalam baku tembak lintas perbatasan hampir setiap hari dengan Israel untuk mendukung Palestina. Keputusan ini rupanya ditentang oleh Pasukan Lebanon dan partai-partai lainnya.
Para pengkritik gerakan tersebut menyebut Hizbullah sebagai "negara di dalam negara". "Perang ini, yang melibatkan Hizbullah, harus dihentikan sebelum menimbulkan perang besar yang tidak akan menyisakan siapa pun," tambah Geagea.
Komentar0